Scrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace Layouts

Percikan dan Kerikil yang Dihadapi Bangsa Ini di Hari Kemerdekaan  

Diposting oleh Penerbitan Economica

By Dhika Ariyadi

“Oh my ghost..”

“Really??”
“hello.. yes!!!”

Kata-kata itu menjadi trend dewasa ini yang dipopulerkan oleh salah seorang artis muda yang katanya blasteran atau lebih dikenal dengan indo (Peranakan campuran Indonesia dengan Asing). Tidak disengaja pula, artis itu berulang tahun tepat di hari kelahiran bangsa kita. Waw..hebat juga yah artis itu, padahal dia kan salah satu orang yang melunturkan nasionalisme kita. Untungnya saja dia tidak diundang ke istana untuk memeriahkan hari ulang tahun negara kita. Kalau itu sampai terjadi, sungguh aneh bila kita harus benchmark nasionalisme dengan orang blasteran yang belum tentu baik nasionalismenya. Malah nampaknya ingin mengurangi nasionalisme kita lewat banyak jargon-jargonnya.

Paragraf diatas, merupakan suatu kekhawatiran saya sebagai anak bangsa ketika melihat kebudayaan bangsa ini ingin dibelokkan menuju ke arah westernisasi. Semoga saja, kita semua tidak terpengaruh dan tak akan goyah terhadap nasionalisme akan kebudayaan kita. Sehingga dari tahun ke tahun kita akan merayakan moment-moment hari kemerdekaan kita dengan penuh semangat nasionalisme yang hakiki.

Mungkin saja kekhawatiran saya agak berlebihan, mengingat masih banyak juga terlihat semarak hari kemerdekaan dirayakan di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Sehingga itu sedikit menutup kekhawatiran saya. Walaupun tayangan televisi sudah beraneka ragam, pengaruh westernisasi semakin merajalela, tetapi alhamdulilah ketika moment hari kemerdekaan seluruh warga negara Indonesia merayakannya dengan penuh suka cita. Semoga saja, nasionalisme tidak tumbuh hanya ketika perayaan hari kemerdekaan saja tetapi dapat meresap di dalam relung masing-masing warga negara Indonesia kapan pun juga.

Di hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63 ini, bangsa Indonesia dihadapkan oleh berbagai macam masalah, dimulai dari dekadensi moral, disintegrasi, dan hal-hal lain dari masalah politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Sungguh bukan hal yang mudah untuk sebuah bangsa yang besar dalam menghadapi yang sangat banyak itu. Mungkin, kita sebagai generasi muda lah yang dapat mengubah itu untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Percikan dan Kerikil yang Dihadapi Bangsa Ini di Hari Kemerdekaan, mungkin itu kalimat yang tepat untuk bangsa ini di hari kemerdekaan kali ini. Di hari kemerdekaan yang ke 63 ini, Bapak Presiden kita mendapat percikan semangat setelah lahirnya cucu pertama mereka yang dinamai dengan indahnya yang memang merupakan doa dan harapan tentunya dari keluarga besar Bapak Presiden kita. Percikan-percikan semangat pun terlihat di seluruh Indonesia, perayaannya di gelar dimana-mana. Layar kaca pun menampilkan banyak sekali percikan-percikan semangat masyarakati untuk merayakan hari kemerdekaan bangsa ini. Semoga saja semangat itu tidak hanya merupakan kesenangan belaka, namun dapat diaplikasi dalam membangun bangsa ini dengan berbagai macam cara, mengembangkan perekonomian, budaya, dan sebagainya.

Namun, selain percikan yang begitu membara, kerikil-kerikil besar ataupun kecil pun sedang menghalangi bangsa ini. Dimulai dari kasus-kasus korupsi yang tejadi, huru-hara pilkada, tindak kriminalitas yang tinggi, tindak-tanduk kaum selebritis yang tidak karuan, dan sebagainya. Kerikil-kerikil ini membawa bangsa Indonesia pada kehancuran. Banyaknya korupsi yang terjadi di Indonesia ini membuktikan bahwa moral bangsa masih di ujung tanduk. Malah, yang katanya di zaman reformasi ini digalakkan anti korupsi, masih ada saja anggota DPR yang masih berkomplot untuk mendapatkan dana sogokkan dari oknum tertentu. Sungguh sangat memalukan dan memilukan, anggota DPR yang menjadi perwakilan kita untuk memajukkan bangsa ini bermoral buruk, lalu kita mau percaya sama siapa. Bagaimana bangsa ini bisa maju diatas keperwakilannya mereka untuk kita. Di hari kemerdekaan ini saja, kasus para anggota DPR seperti Bulyan Royan dan teman-temannya masih menjadi teka-teki. Kalau tidak asap mana mungkin api kan berkobar?. Jadi anggota DPR yang bersalah siap-siap dan mengaku sajalah. Dosanya berkali-kali lipat nih, apalagi bersenang-senang diatas penderitaan orang lain. Huuh..

Semoga saja, dengan adanya percikan-percikan, berupa kebahagiaan dan semangat, dapat sedikit melupakan kerikil-kerikil yang ada, tentu saja tidak melupakan secara keseluruhan karena kerikil-kerikil itu harus dihancurkan secepatnya.MERDEKA!!

[tanpa judul] Karena Judul Tak Dapat Lagi Mengungkapkan Perasaan Saya  

Diposting oleh Penerbitan Economica

By Luluk Aulianisa

Siang itu terik sekali. Matahari tepat berada diatas kepala. Haus dan lapar menyerang, namun itu tidak menyurutkan niat saya untuk pulang ke rumah orang tua di Cirebon. Sedari jam 10 pagi, saya sudah sampai di Terminal Kampung Rambutan. Suasana disini sungguh penuh sesak. Orang-orang dengan segala tingkah polahnya menunjukkan aktivitasnya masing-masing. Sambil menunggu bus datang, saya berteduh di tempat tunggu penumpang. Suasana disitu begitu bising. Banyak pedagang asongan yang sudah wara-wiri sambil meneriakkan dagangannya. Huh, bikin pusing saja, padahal barang yang mereka jual sama semua.

Seketika pandangan saya tertuju kepada seorang Ibu yang menggendong anaknya yang kira-kira masih berumur 7 bulan dan Ibu itu sedang bertransaksi dengan seorang bapak paruh baya. Ternyata, ia seorang calo tiket. Ibu itu begitu gigih menawarkan tiket kepada bapak itu. Bapak itu pun akhirnya menyetujui transaksi yang ditawarkan si Ibu. Saya lihat senyum bahagia terpancar dari bibir si Ibu. Setelah berpanas-panasan, akhirnya ada juga yang mau membeli tiketnya,

Pandangan saya pun beralih. Saya melihat ada kakek tua menghampiri tempat duduk saya. Keadaannya sungguh memprihatinkan. Bekas luka menyebar di lengan hingga jemari tangannya. Bajunya begitu lusuh dan compang-camping. rasanya, fungsi baju sebagai penutup aurat sudah tidak berlaku lagi, ya walaupun beliau masih memakai celana. Ups, ternyata sang kakek sudah tidak mempunyai kedua kaki. Cara berjalannya pun memakai tangan yang dialasi oleh sandal untuk pelindung panas. Tak sampai hati saya menolak uluran tangannya yang sudah keriput. Saya pun merogoh saku celana dan memberikan uang receh sekedarnya. Beliau menerimanya sambil komat-kamit. Entah apa yang diucapkannya, saya tidak begitu mendengarnya. Beliau pun bergegas pergi, kembali meminta-minta pada orang lain.

Lalu, pandangan saya jatuh pada sesosok anak kecil. Badannya kurus kering dan agak pendek. Bajunya lusuh dan kotor. Namun, saya tak habis pikir, mengapa bahu kiri kanannya begitu kuat membawa beban yang begitu berat ¿, Ia membawa cobek berukuran mini namun jumlahnya sampai 8 buah. Ia begitu gigih menawarkan dagangannya. Saya tertegun melihatnya. Harusnya ia tidak bekerja berat seperti itu? Ini bentuk eksploitasi terhadap anak-anak. Kemana orangtuanya yang harusnya jadi pelindung untuk anak-anaknya ¿ Orang tua menggunakan anaknya untuk mencari nafkah sungguh tidak adil.

Saya pun terdiam sejenak melihat pemandangan itu. Ingatan saya beralih pada usaha pedagang asongan yang tak henti-hentinya menawarkan barang dagangannya, sang Ibu menjual tiket ilegal dan kakek yang susah payah mengemis tanpa kedua kakinya.

Benarkah kemiskinan membuat orang rela mengorbankan harga dirinya ¿
Mengapa kakek tua itu dengan bangga memperlihatkan kecacatannya ¿ Mengapa orangtua si anak penjual cobek tega membiarkan anaknya mencari nafkah dengan cara seperti itu ¿

Sekilas. ingatan saya kembali pada beberapa hari yang lalu. Saya jadi ingat perjalanan dengan menggunakan KRL Jabotabek. Waktu itu, saya hendak pergi ke rumah nenek di bilangan Cikini, Jakarta Pusat. Kereta yang ditunggu akhirnya datang juga. Ternyata, penumpangnya banyak sekali. Didalamnya manusia berkumpul sudah layaknya cendol.

Bahkan, banyak yang sudah tidak takut lagi untuk naik di atap kereta. Mereka lebih mementingkan “kesejukan “ dari angin alam ketimbang keselamatan diri. Sungguh ironis! Di tengah himpitan penumpang, tetap ada saja pedagang yang “memaksakan” untuk berjualan. Padahal, tindakannya itu sungguh memperparah mobilitas penumpang. Pedagang ‘tidak tahu diri’ itu ada yang menjajakan aksesoris HP ataupun membawa gerobak mini yang berisikan minuman ringan, buah-buahan, tahu, otak-otak dan lainnya. Tentu saja, tindakan pedagang itu membuat kesal para penumpang, termasuk saya.

Oh, Tuhan,,begitu kerasnya hidup ini. Apapun dilakukan agar dapat uang. Apapun dilakukan agar dapat kenikmatan. Apapun dilakukan asal bapak senang. Padahal, apa yang mereka kerjakan itu bisa saja salah, bisa pula mempermalukan diri sendiri, bahkan lebih bisa lagi untuk merugikan orang lain. Saya tidak mengerti dengan pola pikir orang-orang seperti itu. Mungkin inilah yang menyebabkan bangsa kita ini suka mempermalukan diri sendiri. Ya, karena penduduknya juga seperti itu. Mulai dari kalangan birokrat hingga rakyat jelata. Semoga saya dan kalian bukan menjadi orang-orang seperti mereka.

Saya pun semakin larut dalam pikiran sambil menunggu bus yang akan dinaiki tiba.

The Black Family  

Diposting oleh Penerbitan Economica

By Alice

Mulanya, Saya tidak pernah ingin menerima "pendatang" baru di rumah saya semenjak Ruben meninggal. Saya dan keluarga saya hanya tinggal dengan Jelly Whitefeather untuk beberapa jenak, sebelum Messi Gray mengawali kisah baru di rumah saya.

Saya mengenal Messi Gray sebagai petualang sejati. Wajahnya tampan, bersih dengan kulit putih dan perawakan tegap seperti lelaki sejati. Saya mengenalnya karena dia bersahabat dengan Jelly Whitefeather, yang kebetulan adalah sahabat saya juga. Semenjak mengenal Whitefeather, Messi Gray sering menginap di rumah kami, dan karena sikapnya yang sopan, saya tentu saja tidak keberatan sama sekali.

Pada suatu hari, Gray mengajak wanita, namanya Sarah Black, bertandang ke rumah kami. Sarah adalah wanita bertubuh langsing dengan mata yang tajam. Pada saat Gray mengajaknya ke rumah kami, saya sedikit protes karena Sarah ternyata sedang hamil. Namun karena Whitefeather kebetulan tak keberatan dan Gray berhasil meyakinkan saya untuk "berbelas kasihan" pada Sarah, akhirnya saya pun menerima Sarah tinggal di rumah kami.

Sarah melahirkan bayi kembar tiga, semuanya perempuan. Saya memberinya nama Pauletta Black, Aretha Black dan Nicholetta Black. Semuanya saya beri nama sesuai dengan marga ibunya karena ternyata ketiganya bukan anak Gray, dan Sarah juga mengakui kalau Gray hanyalah ingin menolongnya saja.

Beberapa waktu kemudian, Pauletta, Aretha dan Nicholetta tumbuh menjadi tiga gadis remaja yang cantik. Mereka memiliki tubuh yang mulus dengan mewarisi mata tajam ibunya. Sarah Black sendiri kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah saya dan menitipkan ketiga putrinya pada saya. Gray sendiri menghilang, dan dari Whitefeather, saya akhirnya tahu kalau Gray sudah memulai petualangannya yang baru.

Tiga gadis remaja cantik itu kontan jadi rebutan pria2 di sekitar rumah saya. Dari duda yang doyan kawin macam Jerry Dunks (yang belakangan saya curigai sebagai ayah dari ketiga gadis itu karena kemiripan wajah) dan Raymond Zhu, sampai pemuda2 tanggung yang bahkan tak saya kenali lagi. Semula ketiga gadis ini menolak mentah2 kehadiran pria2 itu, sampai kemudian saya mengetahu satu kenyataan pahit.

Pauletta, si kembar tertua, hamil.

Saya panik. Saya bahkan tak mengetahui siapa yang telah menghamili Pauletta. Tapi saya tentu tak bisa melarikan diri dari kenyataan. Saya harus tetap merawatnya. Namun kenyataan justru semakin pahit untuk saya karena beberapa waktu kemudian, saya mengetahui kalau Aretha juga ternyata sudah hamil.

Kecewa? Pasti. Tapi saya pribadi lebih suka menyalahkan diri sendiri yang tak mampu menjaga gadis2 itu. Ibu saya mengambil langkah lebih ekstrem. Begitu Pauletta dan Aretha melahirkan, Beliau mengusir keduanya dan mengasuh dua bayi mereka (masing2 dari mereka melahirkan dua bayi, tapi satu bayi meninggal setelah dilahirkan). Melihat kenyataan yang terjadi pada kedua saudarinya, Nicholetta juga akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah kami.

Kami kemudian membesarkan ketiga bayi itu, satu perempuan dan dua laki2. Saya memberi nama Valentina Black untuk anak perempuan yang manis dan montok itu, sementara dua adik laki2nya saya beri nama Marcello Black dan Montgomery Black.

Seiring berjalannya waktu, ketiganya tumbuh dengan rukun dan sejahtera. Namun, seperti deja vu', begitu Valentina beranjak dewasa, ia juga jadi rebutan pria2 di sekeliling rumah saya. Saya tentu tak bisa mencegah takdir. Valentina bernasib sama dengan ibunya, hamil tanpa saya ketahui siapa pelakunya. Ibu saya tak lagi memberi ampun. Beliau mengusir Valentina begitu tahu gadis cantik itu hamil, tak lagi menunggu anaknya lahir seperti sebelumnya.

Kini di rumah saya tinggal dua bersaudara Marcello dan Montgomery Black yang hidup dengan rukun. Saya bahagia melihat mereka, karena melihat mereka saja sudah dapat menghapuskan keletihan saya setelah seharian beraktivitas di kampus. Mereka seperti sahabat saya, mendengarkan keluhan saya dan bermain bersama saya.

Mungkin saya akan mempertahankan mereka sampai maut memisahkan kelak. Tapi buat saya, tragedi yang menimpa Pauletta, Aretha, Nicholetta sampai Valentina adalah pukulan dan tulisan ini saya dedikasikan untuk kerinduan saya pada mereka.

P.S : Kemarin sore saya bertemu dengan Messi Gray. Dia tak lagi setampan dulu. Tubuhnya penuh dengan kotor debu dan bekas luka. Ketika saya mengajaknya berbincang, dia duduk sejenak di samping saya dan mengatakan pada saya betapa dia berterima kasih karena saya telah merawat Sarah Black dan keturunannya.

Saya merasa makin miris. Terlebih karena dia mengatakan betapa bahagianya dia melihat Marcello dan Montgomery hidup dengan sejahtera di bawah asuhan keluarga saya. Messi Gray mungkin tak tahu apa yang terjadi sebenarnya, pikir saya.

Tapi dia bilang dia tahu segalanya. Dia tahu semua yang terjadi pada Sarah Black dan setiap keturunannya. Dia tak mempersoalkannya. Ketika saya mengutarakan kemirisan saya, dia memanggil Marcello dan Montgomery, mereka kemudian merapat ke tubuh saya dan menjawab, "Meoooonggg..."

Pemilu = Bursa Artis???  

Diposting oleh Penerbitan Economica

By Ayuningtyas


Bangsa Indonesia kini bersiap untuk menghadapi sebuah hajatan besar yang diadakan setiap lima tahun sekali ini. Pesta besar yang seharusnya dijadikan ajang dalam memilih para wakil bangsa yang duduk di pemerintahan namun terkesan menjadi ajang perebutan kekuasaan semata. Oke tapi inti dari tulisan ini bukanlah menyoroti mengenai segala perebutan itu, namun sadarkah kalian bahwa artis-artis kini ramai diperebutkan untuk ikut meramaikan pesta demokrasi ini, atau bukan hanya sebagai penghias?


Di hampir setiap media yang menyiarkan pesta demokrasi ini, terlihat beberapa nama artis “diselipkan” sebagai salah satu bakal calon legislative (caleg) oleh beberapa partai. Dari artis, atau dapat pula dikatakaan sebagai public figure (who cares), yang terlihat mumpuni, hanya sebatas opini pribadi, yang mungkin dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya hingga, entahlah, artis yang mungkin hanya dicatut namanya untuk mempromosikan partai x, y atau z semacam itulah, atau dengan kata lain tidak terlihat skill yang mempu ditawarkan olehnya yang dapat memenuhi kriteria sebagai seorang leader dari rakyat yang majemuk dan beraneka ragam ini.


Fenomena artis ikut dalam ajang demokrasi ini sebenarnya sudah banyak di bahas oleh berbagai macam kalangan dan di berbagai media cetak. Ya, kebanyakan juga meragukan kemampuan dari sang artis ini dan alasan mencalonkannya salah satu wakil rakyat. Memang fenomena artis ini bukannya fenomena yang baru terjadi “tadi pagi” namun sudah berlangsung lama. Tapi apakah kehadiranmereka benar-benar dapat membuat suatu partai menjadi diminati, popular dikalangana masyarakat Indonesia, para pemilih yang sudah mulia berpikir kritis atau justru mereka yang tidak berpikir kritis dengan mempertimbnagkan bibit, bebet, dan bobot dari sang artis sebelum mencalonkannya sebagai salah satu calon legislatif?


Pemimpin, apakah sebenarnya makna dari pemimpin itu? Semua orang memiliki jawabannya masing-masing, berbeda tergantung persepsi orang tersebut. Entah itu merupakan jawaban dari hati atau entahlah apa saja itu. Namun hal satu hal yang pasti adalah seorang pemimpin akan memimpin orang banyak, mengantarkan mereka yang dipimpin ke suatu hal yang, tentu diharapkan, menjadi lebih baik.


Menjadi salah seorang wakil rakyat yang nantinya menyampaiakan aspirasi dari rakyat yang mereka pimpin, bukanlah sebuah tugas yang ringan yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Amanah ini butuh talent, butuh kemampuan leadership, dan bla bla bla sebagainya, bukanlah sebuah posisi yang mudah sepertinya bukan? Namun tetap tidak dapat dikesampingkan dan mungkin hal yang paling essential sebagai seorang pemimpin adalah kemampuan mendengar aspirasi rakyat, adil dalam keputusan yang kelak dibuatnya, walaupun “adil” disini tidak berarti sama porsi bagi setiap pihak.


Sebagian kemampuan-kemampuan yang dijelaskan di atas memang tidak dapat dilihat secara eksplisit sebelum mereka benar-benar terjun langsung dalam tampuk kepemimpinan, namun setidaknya para petinggi tersebut dapat, setidaknya membaca secara kasar kemampuan sang artis, kemampuan memimpin sang artis tersebut.


Kritik yang disampaikan terhadap hal ini memang tidak dapat dilihat dari satu pihak atau sisi saja. Pandangan yang men-generalisir tentulah akan mengakibatkan pendapat yang justru tidak merefleksikan kondisi yang sebenarnya. Nyata-nyatanya, walaupun banyak pendapat yang meragukan kemampuan artis dalam memegang tongkat estafet kepemimpinan, toh banyak juga diantara mereka yang mendapat kepercayaan dari masyarakat itu sendiri untuk menjadi pemimpinnya, seperti Dede Yusuf yang menjadi Wagub Jawa Barat, atau Rano Karno yang menjadi Wakil Bupati Tangerang.


Dalam mengkritisi hal ini, mungkin akan banyak pihak yang pro atau kontra dengan dengan semua asumsi dan pandangan yang dilontarkan si pengamat A atau B terhadap strategi politik yang dilakukan oleh partai X, Y, atau Z, dengan memasang “tameng” artis ini sebagai salah satu senjat apolitiknya, namun inilah demokrasi. Enjoy democracy.

Perjalanan Mencari yang Terlupakan di Bantar Gebang  

Diposting oleh Penerbitan Economica

By Putri Saraswati

Didasari oleh ambisi Redaktur Pelaksana Majalah Economica 42 yang sudah dari tahun kemarin ingin sekali mengangkat TPA Bantar Gebang untuk rubrik "Yang Terlupakan".

Hari itu kami, 16 Agustus 2008 gw, Via, mamieh, Dendi, berencana ngeliput ke Bantar Gebang. Tapi karena gw bangunnya telat akhirnya rencana berangkat jam 8, diundur jadi jam 9. Untuk sampai ke bantar gebang, Bekasi, kita harus naik angkot beberapa kali. Menurut informasi yang gw dapat dari si Ega, kita harus naik angkot K11 dari terminal Bekasi trus turun deh di TPAnya. Tapi kenyataanya tidak seindah yang dibayangkan.

Dengan sok yakin kita semua naik deh K11. Angkotpun melewati pasar baru bantar gebang dan gwpun berpikir, oh kita udah lewat jalan yang benar. Setelah pasar, tiba2 tu angkot muter balik aja gitu. Panik panik panik. Untung ada Dendi! kita suruh aja Dendi buat duduk di depan, disebelah supir, biar dia bisa nanya2 ke si supir angkot. Setelah ditanya ternyata harusnya kita turun di pasar baru trus naik angkot lagi buat nyampe ke lokasi TPA. Untung abang angkotnya baik nian, dia mau muter balik lagi dan nganter kita ke pasar tadi. Udah jam 1 siang dan smua orang udah pada laper minta makan dulu.

Singkatnya kita udah nyampe ni di bantar gebang tanpa makan siang dulu karena menurut kita kerjaan itu lebih penting dan harus profesional, ciieehh. Baru nyampe gerbang TPA tapi bau busuk dari sampah basah udah menusuk hidung. Spontan, rasa lapar kita tiba-tiba aja ilang. Nafsu makan yang tadi ada menjauh dibawa terbang ribuan lalat, hiiiiii. Huuuaaaahhhh seluas mata memandang yang keliatan cuma gungan-gunungan sampah. Tinggiiiii bangeeettt. Lebih tinggi dari rumah! Dan saking luasnya kalo ga salah TPA Bantar Gebang dibagi jadi beberapa zona. Perburuan dimulai!! Kita cari deh kira-kira siapa ya yang bisa diwawancara. Kita wawancara beberapa orang mulai dari pengumpul sampah pabrik yang penghasilannya lumayan gede sampe anak kecil umur 12 taun yang putus sekolah. Tapi ada yang memprihatinkan sekaligus kocak juga, waktu gw lagi wawancara nenek-nenek yang udah ga punya gigi, ditengah wawancara tau2 aja dia cuci tangan di kubangan air comberan yang gw rasa isinya belatung, cacing, dll. Ngapain coba cuci tangan di air kotor, kan percuma. Trus pas gw tanya, kenapa nenek ga mulung sampah disitu aja? sambil nunjuk gunung sampah. Dia jawab, waktu muda nenek mulung disitu tapi sekarang udah tua nenek takut ketabrak buldoser, disana memang banyak buldoser penggaruk sampah.

Uniknya penduduk disana jarang yang sakit2an padahal hidup dan MAKAN diantara sampah-sampah busuk dan kotor. Bahkan diantara gunung sampah tersebut ada warung yang menjual berbagai macam makanan yang aromanya sudah tidak sedap lagi karna tercampur bau busuk sampah. Kami yang ketika baru sampai tampak mengacuhkan bau busuk dan lalat yang beterbangan, lama kelamaan mulai merasa mual dan akhirnya kami memutuskan untuk pulang dan mengakhiri petualangan sehari di Bantar Gebang. Tidak lupa sebelum pulang kami sholat di mushola terdekat mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan dan mendoakan saudara-saudara kita di Bantar Gebang yang nasibnya tidak seberuntung kita disini. (PS)

Dilema Kebijakan Rokok di Indonesia  

Diposting oleh Penerbitan Economica

by Anastasia Yusanti


Fatwa MUI untuk mengharamkan merokok menuai banyak kontroversi. Salah satunya yang menolak fatwa tersebut adalah kalangan Pondok Pesantren (Ponpes) Jawa Timur. Mereka yakin larangan merokok lebih banyak membawa mudarat (dampak buruk) ketimbang dampak baiknya.
"Bisa dibayangkan, berapa ratus ribu orang akan kehilangan pekerjaan. Belum lagi pada lapisan masyarakat lainnya, seperti pedagang rokok dan petani tembakau yang akan kena dampaknya," ujar pengasuh Ponpes Tebuireng, KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah).

Menurut Beliau, larangan merokok hanya akan menganggu kebutuhan ekonomi masyarakat. Ribuan orang akan kehilangan pekerjaan. Orang yang bekerja di pabrik rokok, petani tembakau, pedagang rokok akan memperoleh dampak negatif dari kebijakan ini. Oleh sebab itu ia menghimbau agar MUI menyikapi hal ini dengan lebih bijak.

Senada dengan Gus Sholah, pengasuh Ponpes Al Falah, Ploso, Kabupaten Kediri, KH Zainuddin Djazuli (Gus Din) juga berpendapat bahwa larangan merokok tidak akan berjalan efektif. Menurutnya, selama ini telah banyak larangan merokok yang bersebar melalui berbagai media, namun hingga saat ini orang tetap saja merokok. "Rokok sudah menyumbang cukai Rp9 miliar per hari kepada negara, ini kan sisi positifnya rokok," kata Gus Din yang dikenal sebagai perokok berat itu. Sehingga menurutnya MUI seharusnya bisa memandang rokok dari sisi positifnya, bukan negatifnya saja.

Dalam Agama Islam , merokok hukumnya Makruh. Jika ditinggalkan lebih baik, tetapi jika dilakukanpun tidak berdosa. sehingga tidaklah mengherankan jika para kyai Ponpes adalah perokok yang tidak setuju rokok dijadikan barang haram.

Menurut Ketua MUI, Amidan, larangan merokok ini datang dari Komisi Nasional Perlindungan Anak. MUI menyetujui usulan ini. Larangan ini awalnya ditujukan hanya pada anak-anak dan remaja. Oleh karena itu MUI meminta agar persahaan rokok tidak melibatkan remaja dalam pembuatan iklan rokok.

Larangan merokok di Indonesia memang suatu dilema, di satu sisi rokok menimbulkan banyak kerugian. Namun di sisi lain rokok adalah penyumbang pendapatan negara yang signifikan.

Menurut WHO, terjadi peningkatan jumlah perokok anak di Indonesia. Diperkirakan, 37 persen atau 25 juta dari 70 juta anak Indonesia sudah menjadi perokok. Ironisnya lagi, 1,9 persen di antaranya sudah merokok pada usia empat tahun. Para perokok hanya mementingkan kenikmatan merokok tanpa mempedulikan bahaya yang ditimbulkan. Di dalam satu puntung rokok mengandung setidaknya 200 racun berbahaya. Tiga diantaranya yang paling berbahaya adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO).

Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru. Sedangkan Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Resiko yang menghantui perokok berupa berbagai macam penyakit. Yang paling berpotensi menyerang tubuh adalah kanker paru-paru. Perokok aktif berpotensi menderita kanker paru-paru 14 kali dibandingkan bukan perokok. Satu-satunya zat yang lebih berbahaya daripada asap rokok dalam memicu kanker paru-paru adalah zat-zat radioaktif. Itu pun jika dimakan dalam kadar yang cukup.

Kanker paru-paru merupakan penyebab kematian terbesar di tahun 1993 di Amerika Serikat. Namun justru kanker inlah yang paling mudah dicegah. Menurut survei yang dilakukan di US, satu-satunya penyebab utama kanker adalah asap rokok. Apabila paru-paru sudah terinfeksi oleh asap rokok, posisi paru-paru dalam sistem peredaran darah mempermudah penyebaran infeksi ke organ tubuh lain. Rata-rata penderita kanker paru-paru meninggal setelah 3 tahun didiagnosis.

Penyakit lainnya yang ditimbulkan yaitu kanker mulut, tenggorokan, serangan jantung, kanker kandung kemih, kanker esofagus, dan atherosclerosis. Atherosclerosis adalah akumulasi dalam arteri, oleh zat-zat lemak, otot halus abnormal, serta tumpukan kolesterol. Akibat akumulasi ini, terjadi penyempitan pembuluh darah, dan bahkan dapat terjadi penyumbatan

Perokok berpotesi menderita kanker mulut dan tenggorokan 14 kali dibanding bukan perokok, 4 kali untuk kanker esofagus, dan 2 kali untuk kanker kandung kemih dan serangan jantung. Tidak ada batasan aman bagi perokok untuk menghindari berbagai penyakit tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran diri sendiri untuk menghindari resiko penyakit.

Parahnya lagi, orang lain yang menghirup asap rokok alias perokok pasif, juga berpotensi menderita penyakit yang sama. Yang mengherankan dari fakta ini adalah perokok seolah tak peduli dan tak mau peduli akan bahaya yang siap mendatangi mereka. Mereka seolah terbius oleh kenikmatan semu yang diberikan rokok. Banyak logo NO SMOKING yang terlihat di tempat-tempat umum maupun instansi. Pada awalnya para karyawan menaatinya, tidak merokok di tempat yang berlogo itu. Namun peraturan dibuat untuk dilanggar. Berawal dari 1-2 orang yang melanggar, kemudian diikuti yang lain. Sehingga logo itupun seperti lelucon.

Hal ini juga terjadi di kalangan agamawi. Para kyai yang seharusnya menjadi panutan bagi para santrinya, justru sebaliknya. Para kyai pondok pesantren di Jawa Timur justru perokok berat, seperti Gus Din, pengasuh Ponpes Al Falah, Kabupaten Kediri. Para santri yang menganggap kyai mereka adalah panutan, meniru merokok juga. Padahal jelas-jelas rokok merusak tubuh, dan tubuh digunakan untuk beribadah.

Ditemukan fakta lain yang terungkap, dibutuhkan waktu 20 tahun bagi perempuan yang telah berhenti merokok agar seluruh racun yang terdapat dalam tubuhnya hilang. Sehingga kondisi tubuhnya sama dengan perempuan yang tidak pernah merokok. Merupakan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, jelas bahwa tidak ada yang ditimbulkan rokok selain dampak buruknya. Apabila fatwa MUI menjadikan merokok haram, maka dari segi positifnya, kesehatan warga Indonesia akan meningkat. Namun dari segi negatifnya, sektor perekonomian akan terpuruk. Mana yang akan dipilih pemerintah, masih merupakan pemikiran.

What Do You Think??  

Diposting oleh Penerbitan Economica

www.clipproject.info