Scrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace LayoutsScrolling Glitter Text Generator & Myspace Layouts

Dilema Kebijakan Rokok di Indonesia  

Diposting oleh Penerbitan Economica

by Anastasia Yusanti


Fatwa MUI untuk mengharamkan merokok menuai banyak kontroversi. Salah satunya yang menolak fatwa tersebut adalah kalangan Pondok Pesantren (Ponpes) Jawa Timur. Mereka yakin larangan merokok lebih banyak membawa mudarat (dampak buruk) ketimbang dampak baiknya.
"Bisa dibayangkan, berapa ratus ribu orang akan kehilangan pekerjaan. Belum lagi pada lapisan masyarakat lainnya, seperti pedagang rokok dan petani tembakau yang akan kena dampaknya," ujar pengasuh Ponpes Tebuireng, KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah).

Menurut Beliau, larangan merokok hanya akan menganggu kebutuhan ekonomi masyarakat. Ribuan orang akan kehilangan pekerjaan. Orang yang bekerja di pabrik rokok, petani tembakau, pedagang rokok akan memperoleh dampak negatif dari kebijakan ini. Oleh sebab itu ia menghimbau agar MUI menyikapi hal ini dengan lebih bijak.

Senada dengan Gus Sholah, pengasuh Ponpes Al Falah, Ploso, Kabupaten Kediri, KH Zainuddin Djazuli (Gus Din) juga berpendapat bahwa larangan merokok tidak akan berjalan efektif. Menurutnya, selama ini telah banyak larangan merokok yang bersebar melalui berbagai media, namun hingga saat ini orang tetap saja merokok. "Rokok sudah menyumbang cukai Rp9 miliar per hari kepada negara, ini kan sisi positifnya rokok," kata Gus Din yang dikenal sebagai perokok berat itu. Sehingga menurutnya MUI seharusnya bisa memandang rokok dari sisi positifnya, bukan negatifnya saja.

Dalam Agama Islam , merokok hukumnya Makruh. Jika ditinggalkan lebih baik, tetapi jika dilakukanpun tidak berdosa. sehingga tidaklah mengherankan jika para kyai Ponpes adalah perokok yang tidak setuju rokok dijadikan barang haram.

Menurut Ketua MUI, Amidan, larangan merokok ini datang dari Komisi Nasional Perlindungan Anak. MUI menyetujui usulan ini. Larangan ini awalnya ditujukan hanya pada anak-anak dan remaja. Oleh karena itu MUI meminta agar persahaan rokok tidak melibatkan remaja dalam pembuatan iklan rokok.

Larangan merokok di Indonesia memang suatu dilema, di satu sisi rokok menimbulkan banyak kerugian. Namun di sisi lain rokok adalah penyumbang pendapatan negara yang signifikan.

Menurut WHO, terjadi peningkatan jumlah perokok anak di Indonesia. Diperkirakan, 37 persen atau 25 juta dari 70 juta anak Indonesia sudah menjadi perokok. Ironisnya lagi, 1,9 persen di antaranya sudah merokok pada usia empat tahun. Para perokok hanya mementingkan kenikmatan merokok tanpa mempedulikan bahaya yang ditimbulkan. Di dalam satu puntung rokok mengandung setidaknya 200 racun berbahaya. Tiga diantaranya yang paling berbahaya adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO).

Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru-paru. Sedangkan Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.

Resiko yang menghantui perokok berupa berbagai macam penyakit. Yang paling berpotensi menyerang tubuh adalah kanker paru-paru. Perokok aktif berpotensi menderita kanker paru-paru 14 kali dibandingkan bukan perokok. Satu-satunya zat yang lebih berbahaya daripada asap rokok dalam memicu kanker paru-paru adalah zat-zat radioaktif. Itu pun jika dimakan dalam kadar yang cukup.

Kanker paru-paru merupakan penyebab kematian terbesar di tahun 1993 di Amerika Serikat. Namun justru kanker inlah yang paling mudah dicegah. Menurut survei yang dilakukan di US, satu-satunya penyebab utama kanker adalah asap rokok. Apabila paru-paru sudah terinfeksi oleh asap rokok, posisi paru-paru dalam sistem peredaran darah mempermudah penyebaran infeksi ke organ tubuh lain. Rata-rata penderita kanker paru-paru meninggal setelah 3 tahun didiagnosis.

Penyakit lainnya yang ditimbulkan yaitu kanker mulut, tenggorokan, serangan jantung, kanker kandung kemih, kanker esofagus, dan atherosclerosis. Atherosclerosis adalah akumulasi dalam arteri, oleh zat-zat lemak, otot halus abnormal, serta tumpukan kolesterol. Akibat akumulasi ini, terjadi penyempitan pembuluh darah, dan bahkan dapat terjadi penyumbatan

Perokok berpotesi menderita kanker mulut dan tenggorokan 14 kali dibanding bukan perokok, 4 kali untuk kanker esofagus, dan 2 kali untuk kanker kandung kemih dan serangan jantung. Tidak ada batasan aman bagi perokok untuk menghindari berbagai penyakit tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran diri sendiri untuk menghindari resiko penyakit.

Parahnya lagi, orang lain yang menghirup asap rokok alias perokok pasif, juga berpotensi menderita penyakit yang sama. Yang mengherankan dari fakta ini adalah perokok seolah tak peduli dan tak mau peduli akan bahaya yang siap mendatangi mereka. Mereka seolah terbius oleh kenikmatan semu yang diberikan rokok. Banyak logo NO SMOKING yang terlihat di tempat-tempat umum maupun instansi. Pada awalnya para karyawan menaatinya, tidak merokok di tempat yang berlogo itu. Namun peraturan dibuat untuk dilanggar. Berawal dari 1-2 orang yang melanggar, kemudian diikuti yang lain. Sehingga logo itupun seperti lelucon.

Hal ini juga terjadi di kalangan agamawi. Para kyai yang seharusnya menjadi panutan bagi para santrinya, justru sebaliknya. Para kyai pondok pesantren di Jawa Timur justru perokok berat, seperti Gus Din, pengasuh Ponpes Al Falah, Kabupaten Kediri. Para santri yang menganggap kyai mereka adalah panutan, meniru merokok juga. Padahal jelas-jelas rokok merusak tubuh, dan tubuh digunakan untuk beribadah.

Ditemukan fakta lain yang terungkap, dibutuhkan waktu 20 tahun bagi perempuan yang telah berhenti merokok agar seluruh racun yang terdapat dalam tubuhnya hilang. Sehingga kondisi tubuhnya sama dengan perempuan yang tidak pernah merokok. Merupakan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, jelas bahwa tidak ada yang ditimbulkan rokok selain dampak buruknya. Apabila fatwa MUI menjadikan merokok haram, maka dari segi positifnya, kesehatan warga Indonesia akan meningkat. Namun dari segi negatifnya, sektor perekonomian akan terpuruk. Mana yang akan dipilih pemerintah, masih merupakan pemikiran.

This entry was posted on 20.42 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar